RANCANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
ABAD 21
Perkembangan teknologi dan sosial
saat ini menuntut perubahan praktik pendidikan. Guru dan sekolah bukan lagi
sumber pengetahuan siswa. Sebaliknya, peran utamanya adalah membekali siswa
dengan literasi baru, kompetensi teknologi informasi, dan konsep disiplin ilmu
pengetahuan. Hal ini membutuhkan perubahan terhadap praktik yang berpusat pada
siswa. Dalam konteks seperti itu, guru adalah perancang pembelajaran; Oleh
karena itu, perencanaan pelajaran diganti dengan konsep 'desain pembelajaran'.
Artikel ini memperkenalkan model
desain pembelajaran RASE (Resources-Activity-Support-Evaluation) yang
dikembangkan sebagai kerangka kerja untuk membantu guru merancang modul
pembelajaran. Inti dari RASE adalah penekanan pada disain aktivitas dimana
siswa terlibat dalam penggunaan sumber daya dan dalam produksi artefak dengan demonstrasi
pembelajaran. Artikel ini juga menekankan pentingnya 'model konseptual' sebagai
jenis sumber multimedia, multimedia khusus, dan perannya dalam membantu
pembelajaran dan penerapan konsep, berlawanan dengan model 'transfer
informasi'. Model ini merupakan kerangka efektif untuk penggunaan teknologi
informasi di bidang pendidikan.
Model Pedagogik RASE
Model rancangan pembelajaran RASE dapat dilihat dari dua
perspektif:
1. pembelajaran instruksional; model
ini membantu guru dalam mengembangkan pendekatan yang berpusat pada siswa serta
integrasi teknologi pendidikan.
2. pembelajaran; model ini mendukung
siswa untuk belajar konten disipliner dan mengembangkan literasi baru.
Model ini
dibangun berdasarkan karya dan konsep teoretis yang dijelaskan di bawah ini:
1. Lingkungan belajar konstruktivis
(Jonassen, 1999).
Dalam pandangan ini, pembelajaran harus diatur seputar kegiatan dan terjadi di
lingkungan yang mendukung konstruksi pengetahuan, berlawanan dengan transmisi
pengetahuan. Pengetahuan konstruksi adalah proses dimana siswa secara individu
membangun pemahaman mereka tentang isi kurikulum berdasarkan eksplorasi,
interaksi sosial, pengujian pemahaman dan pertimbangan berbagai perspektif.
2. Pemecahan masalah (Jonassen, 2000). Bagi Jonassen, pembelajaran paling
efektif bila terjadi dalam konteks aktivitas yang melibatkan siswa untuk
memecahkan masalah terstruktur, otentik, kompleks dan dinamis. Jenis masalah
ini berbeda secara signifikan dari masalah logis dan terstruktur dengan baik
dengan satu solusi tunggal. Jenis masalah ini meliputi dilema, studi kasus,
pengambilan keputusan strategis dan disain, yang kesemuanya membutuhkan peserta
didik untuk terlibat dalam pemikiran mendalam, pemeriksaan berbagai
kemungkinan, penyebaran beberapa perspektif teoretis, penggunaan alat,
penciptaan artefak, dan eksplorasi solusi yang memungkinkan. Siswa belajar
memecahkan masalah yang kompleks daripada dengan menyerap peraturan dan
prosedur siap pakai.
3. Pelibatan pembelajaran (Dwyer et
al., 1985-1998).
Dwyer, Ringstaff dan Sandholtz melakukan penelitian longitudinal untuk
menyelidiki adopsi teknologi Apple yang paling efektif di lingkungan belajar
yang berpusat pada siswa (yaitu, Apple Classroom of Tomorrow). Para ilmuwan ini
berpendapat bahwa teknologi harus berfungsi sebagai alat untuk belajar, yang
mendukung keterlibatan dalam kegiatan, kolaborasi dan pembelajaran yang
mendalam.
4. Problem-based learning (PBL) (Savery
& Duffy, 1995).
Savery dan Duffy mengusulkan PBL sebagai model perancangan yang optimal untuk
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Serupa dengan hal di atas, PBL membangun
filosofi konstruktivis dan berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses
konstruksi pengetahuan dan konstruksi bersama sosial. Salah satu fitur PBL
adalah bahwa siswa secara aktif mengerjakan kegiatan yang otentik terhadap
lingkungan di mana mereka terbiasa secara alami, yaitu siswa membangun
pengetahuan dalam konteks yang mengumpulkan kembali pengetahuan yang mereka
gunakan. Kreativitas, pemikiran kritis, metakognisi, negosiasi sosial, dan
kolaborasi semuanya dianggap sebagai komponen penting dari proses PBL.
5. Lingkungan yang kaya untuk
pembelajaran aktif (Grabinger & Dunlap, 1997). Dalam pendekatan ini,
perhatian diberikan pada konteks lingkungan di mana PBL terjadi, dengan
mempertimbangkan aspek komponen dan kompleksitas lebih lanjut yang memerlukan
kegiatan semacam itu. Secara khusus, penekanan ditempatkan pada agar siswa
lebih bertanggung jawab, bersedia memberikan inisiatif, reflektif dan
kolaboratif dalam konteks pembelajaran yang dinamis, otentik dan generatif.
Pendekatan ini juga menekankan pentingnya pengembangan keterampilan belajar
sepanjang hayat.
6. Lingkungan pembelajaran berbasis
teknologi dan perubahan konseptual (Vosniadou et al., 1995). Dalam pandangan ini, peran sentral
teknologi adalah untuk mendukung perubahan konseptual dan konsep pembelajaran
siswa daripada transfer pengetahuan sederhana. Oleh karena itu, instruksi harus
dirancang untuk memperbaiki kesalahpahaman semacam itu.
7. Lingkungan belajar interaktif
(Harper & Hedberg, 1997; Oliver, 1999). Untuk melayani kompleksitas yang dibutuhkan untuk belajar,
Oliver mengusulkan bahwa modul pembelajaran harus berisi sumber daya, tugas dan
dukungan. Agar pembelajaran penuh berlangsung, sebuah tugas harus melibatkan
siswa untuk memanfaatkan sumber daya khusus tujuan. Peran guru adalah mendukung
pembelajaran. Harper dan Hedberg sangat menekankan filosofi konstruktivis, dan
berpendapat bahwa teknologi itu sendiri harus menyediakan lingkungan di mana
peserta didik dapat berinteraksi dengan alat dan satu sama lain.
8. Membangun pengetahuan kolaboratif
(Bereiter & Scardamalia, di media cetak). Membangun pengetahuan adalah konstruksi teoritis yang
dikembangkan oleh Bereiter dan Scardamalia untuk memberikan interpretasi
mengenai apa yang dibutuhkan dalam konteks kegiatan belajar kolaboratif.
Pengetahuan pribadi dipandang sebagai fenomena internal yang tidak dapat
diobservasi dan satu-satunya cara untuk mendukung pembelajaran dan memahami apa
yang sedang terjadi adalah menangani apa yang disebut pengetahuan publik (yang
mewakili apa yang oleh komunitas pelajar tahu). Pengetahuan publik ini tersedia
bagi siswa untuk dikerjakan, dikembangkan dan dimodifikasi melalui wacana,
negosiasi, dan sintesis gagasan kolektif.
9. Situasi belajar (Brown et al, 1989). Brown dan rekannya membangun
perspektif Teori Aktivitas untuk menekankan peran sentral suatu kegiatan dalam
pembelajaran. Suatu aktivitas dimana pengetahuan konseptual dikembangkan dan
digunakan. Dikatakan bahwa situasi ini menghasilkan pembelajaran dan kognisi.
Dengan demikian, aktivitas, alat dan pembelajaran tidak boleh dianggap
terpisah. Belajar adalah proses enkulturasi dimana siswa terbiasa dengan penggunaan
alat kognitif dalam konteks bekerja pada aktivitas otentik.
10. Pembelajaran berbasis inquiry didukung oleh
teknologi. Pendekatan
ini meningkatkan pentingnya aktivitas belajar sebagai hal yang penting untuk
intervensi pendidikan yang efektif. Belajar dimulai dengan penyelidikan atau
masalah (didukung dengan presentasi multimedia) yang dipresentasikan kepada
siswa dengan cara yang menarik. Para siswa kemudian ditugaskan ke sebuah tugas,
dilengkapi dengan template untuk membantu menyelesaikan tugas tersebut,
diarahkan ke sumber daya berbasis Web dan sumber daya lainnya untuk membantu
mereka dan alat kolaborasi seperti platform diskusi. Sebagai model desain,
pendekatan ini membuat langkah signifikan dalam mengarahkan guru untuk beralih
dari penggunaan teknologi tradisional yang berbasis konten dan berbasis guru.
Skenario berikut, yang dijelaskan
dari penelitian sebelumnya, menggambarkan bagaimana model pembelajaran model
konseptual dapat mendukung pembelajaran sains:
(1)
Observasi
Model konseptual dapat mendukung
siswa untuk membuat hubungan antara dunia nyata dan sifat representasi sebuah
konsep. Hal ini dapat dirancang agar peserta didik dapat mengenali properti
dari lingkungan nyata dalam antarmuka model konseptual, dan juga sebaliknya.
(2)
Penggunaan
analitis
Model konseptual akan memungkinkan
siswa mengimpor data dari lingkungan sebenarnya dan eksperimen untuk pemrosesan
analitis (mis., Kalkulator tujuan khusus). Hasil interaksi dapat ditampilkan
dalam berbagai format seperti angka, grafik, audio, pernyataan lisan /
tertulis, representasi bergambar, dan animasi.
(3)
Eksperimentasi
Model konseptual akan memungkinkan
peserta didik untuk memanipulasi parameter dan sifat, dan amati perubahan yang
diakibatkan oleh manipulasi tersebut. Fitur desain model konseptual
memungkinkan generalisasi yang muncul untuk diuji.
(4)
Berpikir
Model konseptual mungkin mencakup
fitur yang memulai dan mendukung pemikiran ilmiah. Sehubungan dengan konsep
sains, hal ini dapat dicapai dengan mengintegrasikan hal yang menarik perhatian
dan memancing keingintahuan.
Berikut adalah dua karakteristik utama dari aktivitas yang
efektif:
(1) Aktivitas harus 'berpusat pada siswa':
•
Ini
berfokus pada apa yang akan dilakukan siswa untuk belajar, dan bukan pada apa
yang akan diingat siswa
•
Sumber
daya adalah alat di tangan siswa,
•
Guru
adalah fasilitator yang berpartisipasi dalam proses,
•
Siswa
menghasilkan artefak yang menunjukkan kemajuan belajar mereka,
•
Siswa
belajar tentang prosesnya,
•
Siswa
mengembangkan literasi baru.
(2) Aktivitas harus 'otentik':
•
Ini
berisi skenario kehidupan nyata dan masalah terstruktur,
•
Ini
menyusun kembali praktik profesional,
•
Menggunakan
alat yang spesifik untuk praktik profesional,
•
Ini
menghasilkan artefak yang menunjukkan kompetensi profesional, tidak hanya
pengetahuan.
Berikut ini adalah contoh aktivitas apa yang mungkin
terjadi:
1. Proyek desain (mis., Merancang
eksperimen untuk menguji hipotesis ilmiah),
2. Studi kasus (mis, seorang ilmuwan
mengidentifikasi keteraturan fisik baru),
3. Tugas
pemecahan masalah pemecahan masalah (mis, apel dapat menghantarkan listrik),
4. Mengembangkan
film dokumenter mengenai isu minat tertentu (mis, pro dan kontra)
5. Poster untuk mempromosikan isu
ilmiah yang kontroversial (mis, energi Nuklir),
6. Perencanaan hari sains di sekolah
Anda,
7. Mengembangkan perangkat lunak
untuk mengendalikan transfer daya mekanik,
8. Peran-bermain (mis, membela eksperimen
sains dengan hewan kecil).
Tujuan dukungan adalah untuk memberi
para siswa perancah penting sambil memungkinkan pengembangan keterampilan
belajar dan kemandirian. Bagi guru, satu tujuan adalah mengurangi redundansi
dan beban kerja. Dukungan dapat mengantisipasi kesulitan siswa, seperti
memahami aktivitas, menggunakan alat atau bekerja dalam kelompok. Dukungan
dapat berlangsung di kelas maupun online seperti melalui forum, Wikis, Blogs
dan sebagainya.
Dukungan juga bisa dilihat sebagai
antisipasi kebutuhan siswa. Bergantung pada kursus, struktur dukungan proaktif
seperti FAQ dapat direncanakan dan dilaksanakan sesuai kebutuhan tersebut.
Tujuan dukungan antisipatif adalah
untuk memastikan siswa memiliki akses ke sumber daya saat mereka membutuhkan
pertolongan, daripada bergantung pada meminta bantuan oleh guru. Berikut adalah
beberapa strategi spesifik:
1.
Membangun
badan sumber dan materi yang membentuk FAQ Page,
2.
Buat
Forum "Bagaimana Saya?" Atau "Bantu Saya"
3.
Buat
Glosarium istilah yang berhubungan dengan kursus,
4.
Gunakan
daftar periksa dan rubrik kegiatan,
5.
Gunakan
platform jejaring sosial lainnya dan alat sinkron seperti chat dan Skype.
Secara keseluruhan, dukungan
tersebut harus bertujuan mengarahkan siswa untuk menjadi peserta didik yang
lebih mandiri. Misalnya, sebelum siswa dapat meminta bantuan dari guru, mereka
harus terlebih dahulu bertanya kepada teman sekelas mereka melalui salah satu
Forum dan / atau mencari solusi untuk masalah mereka di Internet. Dengan cara
ini, siswa diharapkan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka dan dapat
mendukung siswa lain.
Evaluasi pembelajaran siswa selama
semester merupakan bagian penting dari pengalaman belajar yang berpusat pada
siswa. Evaluasi perlu dilakukan secara formatif agar siswa dapat terus
meningkatkan pembelajaran mereka. Suatu kegiatan harus mengharuskan siswa untuk
mengerjakan tugas, dan mengembangkan dan memproduksi artefak yang membuktikan
pembelajaran mereka. Rubrik dapat diberikan untuk memungkinkan siswa melakukan
evaluasi diri juga. Selain itu, evaluasi juga bisa dilakukan oleh rekan
sejawat.
Berikut adalah beberapa poin mengapa evaluasi penting bagi
pembelajaran siswa:
1.
Menawarkan
umpan balik tentang pekerjaan dan mengidentifikasi di mana siswa berada dalam pembelajaran
mereka,
2.
Menawarkan
kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki pekerjaan mereka,
3.
Memungkinkan
siswa untuk menjadi pelajar yang lebih efektif dan termotivasi,
4.
Membantu
siswa menjadi lebih mandiri dan self-directed peserta didik.
Kumpulan rekomendasi berikut ini
mungkin berguna bagi guru untuk mengembangkan unit pembelajaran mereka
berdasarkan model Desain Pembelajaran RASIONAL. Sebelum mulai membangun unit
pembelajaran, guru perlu:
1.
Pastikan
hasil belajar kursus yang spesifik sesuai dengan hasil pembelajaran program
secara keseluruhan,
2.
Mengidentifikasi
unit pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai hasil belajar,
3.
Align
penilaian, unit belajar dan hasil belajar.
Selanjutnya, kita perlu memberikan Sumber daya seperti:
1.
Catatan,
artikel dan buku,
2.
Presentasi,
demonstrasi dan rekaman / ceramah nyata,
3.
Materi
interaktif seperti model konseptual dan bentuk objek belajar lainnya,
4.
Video,
Kita
telah memasuki abad 21 yang ditandai dengan perkembangan dunia yang semakin
cepat dan kompleks. Berbagai perubahan terjadi dalam bidang pengetahuan,
teknologi dan informasi secara mengglobal dan perubahan tersebut pada dasarnya
ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat modern, seperti
manfaatnya dalam bidang kedokteran, komunikasi, dan nanoteknologi. Namun
seiring dengan manfaat yang dirasakan masyarakat, dampak negatif juga
bermunculan, seperti terjadinya pemanasan global, krisis energy atau kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwa masyarakat membutuhkan
pemahaman tentang fakta-fakta ilmiah dan hubungan antara sains, teknologi, dan
masyarakat. Masyarakat yang memiliki pengetahuan tersebut dan mampu menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata disebut
dengan masyarakat berliterasi sains
(Bond, 1989). Oleh karena itu, tercapainya masyarakat yang
berliterasi sains sudah menjadi tuntutan zaman. Literasi
sains merupakan salah satu keterampilan/kapabilitas yang
diperlukan di
abad 21 diantara 16 keterampilan yang diidentifikasi oleh World Economic
Forum
(Wefusa, 2015).
Pengertian
Literasi Sains dan Literasi Kimia
Literasi sains (LS) sebenarnya bukanlah
hal baru dalam dunia pendidikan. Namun, sejak dua dekade
terakhir,
literasi sains menjadi topik utama dalam setiap pembicaraan mengenai
tujuan
pendidikan sains di sekolah. Literatur dalam bidang pendidikan
sains juga menunjukkan bahwa literasi sains semakin
diterima dan dinilai oleh para pendidik sebagai hasil belajar yang
diharapkan
(Lederman, 2014). Trend dalam kebijakan pendidikan sains di
abad 21
ini menekankan pentingnya literasi sains dalam pendidikan sains
sebagai transferable
outcome (Fives
et al, 2014). Diskusi tentang tujuan pendidikan sains seringkali
diawali dengan isu “literasi sains” dan frasa itu mewakili
harapan kita tentang apa yang seharusnya diketahui dan mampu
dilakukan oleh siswa sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.
Walaupun
sebenarnya, pengertian literasi sains itu sendiri jika dikaitkan
dengan implementasi
pembelajarannya di kelas masih dapat diperdebatkan karena
istilah literasi
sains itu cenderung abstrak sehingga menimbulkan interpretasi
yang bermacam-macam
berkaitan dengan hasil belajar yang diharapkan. Namun
secara global
telah disepakati bahwa tujuan utama mengembangkan literasi sains
adalah
agar siswa memiliki kemampuan dalam memahami perdebatan social
mengenai
permasalahan permasalahan yang terkait sains dan teknologi
dan turut berpartisipasi
didalam perdebatan itu (Roth & Lee, 2004).
Literasi sains memfokuskan
pada membangun pengetahuan siswa untuk menggunakan konsep
sains secara bermakna, berfikir secara kritis dan membuat
keputusankeputusan yang seimbang dan memadai terhadap permasalahan-permasalahan
yang
memiliki relevansi terhadap kehidupan siswa. Akan tetapi masih
sering dijumpai
bahwa praktek pembelajaran sains di berbagai negara
mengabaikan dimensi sosial pendidikan sains dan dorongan
untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan siswa yang
diperlukan
untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat (Hofstein, Eilks &
Bybee,
2011).
Jika ditelusuri lebih rinci sebenarnya ada
dua kelompok besar orang yang memiliki pandangan tentang scientific
literacy
(Holbrook
& Rannikmae, 2009). Kelompok pertama, yaitu kelompok
“science
literacy” memandang
bahwa komponen
utama literasi sains adalah pemahaman materi sains yaitu
konsepkonsep dasar sains. Pemahaman kelompok pertama
inilah yang banyak dipahami oleh guru-guru sains saat ini baik di
Indonesia maupun
di luar negeri. Kelompok kedua, yaitu scientific
literacy, memandang bahwa literasi sains searah dengan pengembangan life skills (Rychen & Salganik, 2003). Yaitu pandangan yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks sosial dan menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang sains. Gräber et al (2001) menjembatani kedua kelompok ini dengan model literasi sains seperti Gambar 1, yang menunjukkan bahwa literasi sains
berbasis kompetensi/ kemampuan dan merupakan hasil interseksi antara “what do people know” (terdiri dari kemampuan memahami materi sains dan kemampuan epistemologis sains (nature of science), “what do people value” (terdiri dari kemampuan beretika atau bermoral), dan “what can people do” (terdiri dari kemampuan belajar, kemampuan bersosialisasi, kemampuan melakukan prosedur, kemampuan berkomunikasi). Model scientific literacy ini menekankan perlunya keseimbangan antar berbagai kemampuan dan membutuhkan ketrampilan dalam pengambilan keputusan terhadap isu-isu sosiosaintifik (socioscientific issues) (Holbrook & Rannikmae, 2007).
literacy, memandang bahwa literasi sains searah dengan pengembangan life skills (Rychen & Salganik, 2003). Yaitu pandangan yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks sosial dan menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang sains. Gräber et al (2001) menjembatani kedua kelompok ini dengan model literasi sains seperti Gambar 1, yang menunjukkan bahwa literasi sains
berbasis kompetensi/ kemampuan dan merupakan hasil interseksi antara “what do people know” (terdiri dari kemampuan memahami materi sains dan kemampuan epistemologis sains (nature of science), “what do people value” (terdiri dari kemampuan beretika atau bermoral), dan “what can people do” (terdiri dari kemampuan belajar, kemampuan bersosialisasi, kemampuan melakukan prosedur, kemampuan berkomunikasi). Model scientific literacy ini menekankan perlunya keseimbangan antar berbagai kemampuan dan membutuhkan ketrampilan dalam pengambilan keputusan terhadap isu-isu sosiosaintifik (socioscientific issues) (Holbrook & Rannikmae, 2007).
Pada prinsipnya, walaupun terdapat berbagai
macam pengertian literasi sains, namun terdapat sekurang-kurangnya 3
hal umum
yang disepakati yaitu: (1) pengetahuan tentang konsep dan
ide-ide sains;
(2) pemahaman tentang proses inkuiri dan hakekat cara memperoleh
pengetahuan
(nature
of science);
dan (3) kesadaran
akan pengaruh kegiatan ilmiah terhadap konteks sosial dimana
kegiatan tersebut
dilakukan, dan pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari,
pribadi maupun
keputusan social tentang ide-ide ilmiah dan prakteknya (Ratcliffe
and Millar,
2009, p 946). Selain itu, hampir setiap deskripsi literasi sains
memfokuskan
pada pentingnya kemampuan berbahasa, membaca dan menulis
dengan baik dalam memahami dan menjelaskan fenomena,
mengevaluasi informasi, mengkomunikasikan ide-ide kepada
orang lain dan menerapkan pengetahuan ilmiah dan keterampilan
bernalar
pada situasi kehidupan sehari-hari dan proses pengambilan keputusan.
Definisi literasi kimia berasal dari definisi
literasi sains dan dapat didefinisikan dari dua kerangka
teoritis utama,
yaitu definisi Program for International Student Assessment,
PISA (OECD,
2006; OECD, 2015) dan definisi Shwartz et al (2005,
2006a) yang dibangun atas dasar kesepakatan antara ilmuwan,
pendidik, dan guru kimia. Sebenarnya, kedua definisi ini
bersumber dari
definisi literasi sains yang dikemukakan oleh Bybee (1997).
Definisi literasi sains menurut PISA (OECD,
2016: 1) mengalami perkembangan. Pada PISA 2000 dan
2003,
literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan
pengetahuan
ilmiah (scientific
knowledge), mengidentifikasi
pertanyaan dan
dalam menarik kesimpulan berdasarkan bukti dalam rangka
memahami
dan membuat keputusan tentang alam semesta dan melakukan
berbagai
perubahan melalui aktivitas manusia. PISA 2006 menguraikan konsep
scientific
knowledge menjadi
2 komponen yaitu
knowledge
of science dan
knowledge
about
science.
Gagasan ini selanjutnya dikembangkan lagi dalam definisi
PISA 2015.
Perbedaan utama adalah bahwa gagasan knowledge
about science lebih jelas dan dibagi menjadi 2 komponen
pengetahuan
prosedural dan pengetahuan epistemik.
Menurut Shwartz et
al. (2006a) literasi
kimia mencakup empat domain, yaitu:
1. Pengetahuan materi kimia dan gagasan ilmiah
1. Pengetahuan materi kimia dan gagasan ilmiah
Seorang yang berliterasi kimia akan memahami:
1.a. Gagasan ilmiah umum
·
Kimia
adalah disiplin ilmu eksperimental. Kimiawan melakukan
inkuiri
ilmiah, membuat generalisasi, dan mengajukan teori untuk
menjelaskan
fenomena alam semesta.
·
Kimia
menyediakan pengetahuan yang digunakan untuk menjelaskan
fenomena
dalam bidang lain, misalnya ilmu bumi atau ilmu
biologi.
1.b Ide-ide pokok kimia
·
Kimia
mencoba menjelaskan fenomena makroskopis dalam bentuk
struktur
molekul materi.
·
Kimia
menyelidiki dinamika proses dan reaksi.
·
Kimia
menyelidiki perubahan energy yang
terjadi dalam reaksi kimia.
·
Kimia
bertujuan memahami dan menjelaskan kehidupan dikaitkan
dengan
struktur kimia dan proses dalam sistem kehidupan.
·
Kimia
menggunakan bahasa khusus. Orang yang
berliterasi tidak harus menggunakan bahasa ini, tapi
sebaiknya
mengapresiasi kontribusi bahasa tersebut pada perkembangan
disiplin
kimia.
2. Kimia dalam konteks
Seseorang yang berliterasi kimia harus dapat:
·
Mengakui
pentingnya pengetahuan kimia dalam menjelaskan
fenomena/situasi
dalam kehidupan sehari-hari.
·
Memahami hubungan antara inovasi kimia
dengan proses sosial.
·
Menggunakan
pemahamannya tentang kimia dalam kehidupan sehari-hari, sebagai konsumen produk
dan teknologi baru, dalam pengambilan keputusan, dan dalam
keikutsertaannya
dalam perdebatan sosial tentang isu-isu terkait kimia.
3. Keterampilan belajar tingkat tinggi
Seseorang yang berliterasi kimia mampu:
·
Mengidentifikasi
isu-isu ilmiah
·
Menjelaskan
fenomena ilmiah
·
Menggunakan
bukti-bukti ilmiah
·
Mengevaluasi
pro/kontra perdebatan.
5.
Aspek
afektif.
Seseorang yang berliterasi kimia memiliki pandangan
yang adil dan rasional terhadap kimia dan aplikasinya,
menunjukkannya minat terhadap masalah-masalah terkait kimia,
khususnya di lingkungan non formal seperti media massa. Ratcliffe and
Millar
(2009) mengemukakan bahwa sikap merupakan aspek yang penting
dalam
literasi sains karena tanggapan siswa terhadap isu-isu ilmiah
menunjukkan
ketertarikannya terhadap isu-isu tersebut, seberapa besar
dukungan mereka
terhadap isu-isu tersebut dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki
terhadap
situasi tersebut.
Pembelajaran Kimia Yang
Mengoptimalkan Aspek-Aspek Literasi Sains
Agar
pembelajaran kimia dapat mencapai tujuan yaitu tercapainya literasi kimia
siswa, maka ada beberapa prinsip yang harus dilakukan oleh guru ketika
merencanakan pembelajaran tersebut, yaitu:
1.
Menentukan
pengetahuan kimia yang akan dibelajarkan.
Pengetahuan kimia yang akan dibelajarkan
mencakup pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedur dan pengetahuan
epistemik. Pengetahuan deklaratif adalah
pengetahuan tentang konsep, teori atau fakta-fakta kimia. Pengetahuan
prosedur adalah keterampilan atau tindakan yang harus dikuasai yang
berupa
prosedur (keterampilan proses) dan cara-cara standar dalam
melaksanakan
inkuiri ilmiah untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan
epistemik
adalah pengetahuan tentang hakekat sains (nature of
science)
seperti
yang telah diuraikan terdahulu. Topik-topik kimia yang dibelajarkan
diupayakan
memiliki banyak relevansinya dengan kehidupan siswa.
2.
Memilih
strategi pembelajaran berbasis inkuiri.
Inkuiri ilmiah merupakan pendekatan sistematis
yang digunakan oleh para ilmuwan (scientist) dalam
upaya menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diminatinya (Lederman, 2004: 309).
Pendekatan
tersebut merupakan kombinasi antara keterampilan
proses sains
(seperti mengamati, menginferensi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur,
menanya, menafsirkan dan menganalisis data) dengan konten
sains,
penalaran ilmiah, dan berpikir kritis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
(Lederman, 2009; Lederman, Lederman, & Antink, 2013).
3.
Menentukan
konteks yang relevan agar pembelajaran
kimia.
Konteks dapat berupa isu-isu/permasalahan
pribadi/personal, permasalahan lokal/nasional,
dan global. Isu-isu tersebut bisa terjadi pada saat
kini (kontemporer),
isu-isu yang sudah terjadi (masa lalu) yang terkait
pemahaman
sains dan teknologi, atau isu-isu yang memiliki kontroversi/socioscientific
issues (SSI).
Permasalahan kontemporer atau SSI menjadi
semakin penting
saat ini karena dapat digunakan sebagai alat untuk: (a) menjadikan
pembelajaran
sains/kimia lebih relevan bagi kehidupan siswa; (b) wahana
yang mengarahkan
hasil belajar seperti apresiasi terhadap hakekat sains (NOS);
(c)
meningkatkan argumentasi berdialog; (d) meningkatkan
kemampuan
mengevaluasi informasi ilmiah; dan (e) termasuk aspek
penting
dalam literasi sains (Sadler & D.L. Zeidler, 2004).
dalam literasi sains (Sadler & D.L. Zeidler, 2004).
4.
Menentukan
keterampilan belajar apa saja yang akan dikembangkan dalam
pembelajaran kimia.
pembelajaran kimia.
Keterampilan belajar yang bisa dilatihkan
dalam kegiatan pembelajaran berorientasi literasi sains
adalah
keterampilan berkomunikasi, termasuk berargumentasi dan memberi
penjelasan
ilmiah, bermetakognisi, berkolaborasi. Ketika mereka
melakukan
kegiatan inkuiri, baik dalam merencanakan atau melakukan
investigasi
serta berdiskusi tentang isuisu kontemporer atau sosiosaintifik, siswa dalam
dilatih untuk berbagai keterampilan ini.
5.
Aspek
afektif.
Aspek afektif seperti sikap dan/atau persepsi
siswa tentang isu-isu yang
dilontarkan oleh guru dalam kegiatan diskusi atau kegiatan investigasi dapat
ditumbuhkan. Demikian juga halnya dengan moral siswa dilatihkan didalam kegiatan diskusi sosiosaintific issues (SSI). Contoh pertanyaan yang diajukan ke siswa terkait afektif misalnya:
dilontarkan oleh guru dalam kegiatan diskusi atau kegiatan investigasi dapat
ditumbuhkan. Demikian juga halnya dengan moral siswa dilatihkan didalam kegiatan diskusi sosiosaintific issues (SSI). Contoh pertanyaan yang diajukan ke siswa terkait afektif misalnya:
·
Berdasarkan
keuntungan dan kerugian akibat rokok yang
tercantum
pada artikel tersebut, setujukah Anda dengan
berkembangnya
industri rokok di
Indonesia?
Indonesia?
·
Berdasarkan data
kebutuhan listrik di Indonesia yang tercantum pada
artikel
di atas, setujukah Anda dengan pembangunan PLTN sebagai
sumber
energi listrik di Indonesia?
Berdasarkan
uraian diatas ditemukan permasalahan sebagai berikut:
1. RASE adalah sebuah desain
pengembangan pembelajaran dengan penggunaan media. Dalam RASE siswa dituntut
aktif mencari pengetahuan dari berbagai sumber. Bagaimana jika dalam pelaksaan
pembelajaran, terdapat siswa yang tidak memiliki antusias dalam mencari sumber
pembelajaran? Jika demikian Apakah RASE tersebut gagal dalam penerapan/tidak
dapat diberlakukan?
2. Jika anda sebagai pendidik rancangan
seperti apa yang akan anda buat untuk proses pembelajaran kimia sesuai dengan
abad 21 pada materi “ikatan kimia” khususnya karena kita tau materi tersebut
konsepnya cukup abstrak? Jelaskan!
3. Dalam pembelajaran kimia pada abad
21 kita di tuntut untuk memunculkan literasi siswa. Jika kita sebagai pendidik
bagaimana cara kita untuk mengembangkan literasi siswa terutama dalam literasi
kimia? Contoh kan pada proses pembelajaran materi “Asam dan Basa”!
Menjawab permasalahan pertama Menurut saya Model Desain Pembelajaran Rase mengembangkan pembelajaran berdasarkan pada dua perspektif: (1) instruksional dan (2) pembelajaran. Dari perspektif instruksional, model ini akan membantu guru dalam mengembangkan pendekatan yang berpusat pada siswa serta berbasis teknologi pendidikan. Dari perspektif pembelajaran, model ini mendukung siswa untuk belajar konten disiplin dan mengembangkan literasi baru. Oleh karena itu, jika seandainya terjadi kasus "siswa tidak memiliki antusias dalam mencari sumber belajar walaupun dengan integrasi teknologi", maka kita perlu menelaah kembali rancangan/desain pembelajaran model rase yang kita kembangkan apakah tepat atau masih ada yang perlu diperbaiki atau dikembangkan lagi. Contohnya, jika seandainya ditemukan penyebab anak tidak antusias dalam mencari sumber pembelajaran dikarenakan keterbatasan kemampuan literasinya, maka guru dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya mencari sumber belajar sebagaiupaya peningkatan literasi, dan pengaruh peningkatan literasi bagi hasil pembelajarannya. Dengan keahlian guru berkomunikasi, membimbing, dan berkolaborasi dengan siswa, diharapkan bisa membantu meningkatkan motivasi siswa dalam mencari sumber belajar.
ReplyDeleteJika terjadi kasus seperti diatas maka kita sebagai pendidik harus bisa membuat siswa antusias dalam mengikuti pelajaran dan mencari sumber belajar, salah satu cara yang bisa kita lakukan yaitu dengan membuat pembelajaran berbasis online atau web misalnya. Jadi siswa harus mencari sumber dari buku-buku lain untuk di tulis di web atau blog mereka masing-masing.Kemudian mengenai berhasil atau tidaknya kita bisa lihat dari hasil evaluasinya.
Model desain pembelajaran RASE dapat dikatakan berhasil atau gagal dalam penerapannya tergantung pada hasil evaluasi modelnya diakhir pembelajaran, apakah telah mencapai target/tujuan pembelajaran atau belum. Jika telah mencapai target berarti penerapannya berhasil namun belum optimal karena masih ada siswa yang belum antusias mencari sumber belajar, sehingga perlu ditinjau kembali.
Terima kasih atas jawaban nya rini cukup lengkap namun disini saya ingin menambahkan sdikit bahwa jika ada siswa yg kurang antusiasnya dalam mencari sumber kita sebgaai gru bisa menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri yang didukung oleh teknologi. Pendekatan ini mampu meningkatkan pentingny aktivitas belajar sebagai hal yang penting untuk intervensi pendidijan yang efektif. Belajar di mulai dengan penyelidikan atau masalah yang didukung dengan presentasi multimedia yang di presentasikan kepada siswa dengan cara yang menarik. Agar siswa tertarik dan tidak terlalu monoton. Para siswa kemudian ditugaskan kesebuah tugas, dilengkapi dengan template untuk membantu menyelesaijan tugas tersebut., di arahkan kensumber daya berbasis Web dan sumber daya lainnya untuk membantu mereka dan alat kolaborasi seperti platform diskusi.sebagai model desain pendekatan ini membuat langkah signifikan dalam mengarahkan guru untuk beralih dari penggunaan teknologi tradisional yang berbasis konten dan berbasis guru.
Deletebaiklah terimakasih kembali telah melengkapi jawaban saya, selain yang telah saya paparkan, benar yang dikatakan oleh dian bahwa kita sebagai guru juga dapat menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri yang didukung oleh teknologi.
ReplyDeleteSaya setuju dengan pendapat saudaei dian dan juga rini dimana bisa menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri yang di dukung oleh teknologi agar siswa dpt memahami pembelajaran lebih cpt karena di zaman sktg siswa lebih cpt belajar dengan menggunakan teknologi .
DeleteSeperi yg kita tahu ikatan kimia adalah materi yg cukup abstrak jd di butuhkan media dalam pembelajaran nya agar siswa lebih cepat memhami, bisa dengan diberikan nya e-modul pembelajaran ikatan kimia diman di dlm media tsb sudah jelas terpapr materi ikatan kimia, penjelasan, bentuk struktur molekul yang di gambarkan lewat animasi dan video2 yg berkaitam , serta bahasan soal untuk evaluasi. Disini bertujuan agar siswa lebih cpt paham dan juga dpt berpikir mandiri dalam menyelesaikan masalah dalam pembelajaran ikatam kimia. Dengan fungsi guru sebagai fasilitator dan dibantu dengan media pembelajaran berupa e-modul ikatan kimia
Menurut Shwartz et al. (2006a) literasi kimia mencakup empat domain, yaitu:
ReplyDelete1. Pengetahuan materi kimia dan gagasan ilmiah
Seorang yang berliterasi kimia akan memahami:
a. Gagasan ilmiah umum
• Kimia adalah disiplin ilmu eksperimental. Kimiawan melakukan inkuiri ilmiah, membuat generalisasi, dan mengajukan teori untuk menjelaskan fenomena alam semesta.
• Kimia menyediakan pengetahuan yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam bidang lain, misalnya ilmu bumi atau ilmu biologi.
b. Ide-ide pokok kimia
• Kimia mencoba menjelaskan fenomena makroskopis dalam bentuk struktur molekul materi.
• Kimia menyelidiki dinamika proses dan reaksi.
• Kimia menyelidiki perubahan energi yang terjadi dalam reaksi kimia.
• Kimia bertujuan memahami dan menjelaskan kehidupan dikaitkan dengan struktur kimia dan proses dalam sistem kehidupan.
• Kimia menggunakan bahasa khusus. Orang yang berliterasi tidak harus menggunakan bahasa ini, tapi sebaiknya mengapresiasi kontribusi bahasa tersebut pada perkembangan disiplin kimia.
2. Kimia dalam konteks
Seseorang yang berliterasi kimia harus dapat:
• Mengakui pentingnya pengetahuan kimia dalam menjelaskan fenomena/situasi dalam kehidupan sehari-hari.
• Menggunakan pemahamannya tetang kimia dalam kehidupannya sehari-hari, sebagai konsumen produk dan teknologi baru, dalam pengambilan keputusan, dan dalam keikutsertaannya dalam perdebatan sosial tentang isu-isu terkait kimia.
• Memahami hubungan antara inovasi kimia dengan proses sosial.
3. Keterampilan belajar tingkat tinggi
Seseorang yang berliterasi kimia mampu:
• Mengidentifikasi isu-isu ilmiah
• Menjelaskan fenomena ilmiah
• Menggunakan bukti-bukti ilmiah
• Mengevaluasi pro/kontra
• perdebatan.
4. Aspek afektif.
Seseorang yang berliterasi kimia memiliki pandangan yang adil dan rasional terhadap kimia dan aplikasinya, menunjukkannya minat terhadap masalah-masalah terkait kimia, khususnya di lingkungan non formal seperti media massa. Ratcliffe and Millar (2009) mengemukakan bahwa sikap merupakan aspek yang penting dalam literasi sains karena tanggapan siswa terhadap isu-isu ilmiah menunjukkan ketertarikannya terhadap isu-isu tersebut, seberapa besar dukungan mereka terhadap isu-isu tersebut dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki terhadap situasi tersebut.
Terima kasih atas penjelasannya kak tri. Tapi disini kk belum memberikan contoh pembelajaranny bagaimana jika di terapkan dalam pembelajaran kimia pada materi asam basa. Tolong beri contohnya kak.
DeleteLiterasi dalam pembelajaran kimia merupakan salah satu elemen penting yang harus dikembangkan dalam pendidikan. Literasi dalam pembelajaran kimia berhubungan dengan semua manusia dari segala umur, semua jenjang pendidikan baik sains maupun non sains. Gilbert dan Treagust; 2009 (dalam Lin, 2009) mengklaim bahwa banyak aspek literasi dalam pembelajaran kimia yang memiliki aplikasi langsung dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memungkinkan seseorang menjadi warga negara yang lebih baik dan memungkinkan seseorang untuk memahami laporan dan mendiskusikan tentang ilmu kimia dan bahanbahan kimia, serta dapat mengatasi berbagai isu lingkungan dalam kehidupan sehari-hari seperti efek rumah kaca, penipisan ozon, keasaman, dan
ReplyDeletesebagainya. Literasi dalam pembelajaran kimia menurut Shwartz, Ben-Zvi, & Hofstein, 2005 (dalam Gilbert and Treagust, 2009), melibatkan beberapa komponen, seperti:
1. Memahami sifat kimia, norma-norma dan metode. Artinya, bagaimana ahli kimia bekerja dan bagaimana produk-produk yang dihasilkan diterima sebagai pengetahuan ilmiah;
2. Memahami teori, konsep dan model kimia. Subyek terletak pada teori yang memiliki aplikasi luas;
3. Memahami bagaimana ilmu kimia dan teknologi berbasis kimia berhubungan satu sama lain. Ilmu kimia berusaha menghasilkan penjelasan tentang alam, sedangkan teknologi kimia berusaha untuk mengubah dunia itu sendiri. Konsep dan model yang dihasilkan oleh kedua bidang memiliki keterkaitan kuat, sehingga satu sama lain saling berpengaruh.
4. Menghargai dampak ilmu kimia dan teknologi kimia yang terkait dengan masyarakat. Memahami sifat dari fenomena kimia yang berlaku. Menghasilkan perubahan atau variasi pada fenomena yang lebih baik dengan cara mengubah dunia yang kita lihat.
Contohnya dalam pembelaran kimia yaitu misalkan dalam materi asam dan basa diberikan terlebih dahulu contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hasi peserta didik, kemudian peserta didik di berikan masalah tentang bagaimana membedakan larutan asam dan basa. Selanjutnya siswa diminta untuk memperaktekkan cara mereka untuk dapat membekadakn kedua larutan tersebut. selanjutnya siswa diminta untuk menyimpulkan sendiri apa yang mereka peroleh.
saya setuju dengan pendapat fira, bahwa literasi merupakan elemen yang penting untuk dikembangkan dalam proses pendidikan karena padah hakikatnya Literasi sains itu sendiri memfokuskan pada membangun pengetahuan siswa untuk menggunakan konsep sains secara bermakna, berfikir secara kritis dan membuat keputusan-keputusan yang seimbang dan memadai terhadap permasalahan-permasalahan yang memiliki relevansi terhadap kehidupan siswa.
DeleteTerima kasih untuk jawaban kk fira dan kk rini. Namun disini dalam pembelajaran abad21 adanya ketelibatan dengan perkmbagan teknologi. Itu bagaimana jika dinterapkam dalam proses pembelaaramnya. Karena jawaban kk fira dan kk rini tdi belum muncul keterlibatan dengan teknologi nya.
DeleteBagaimana perkembangan teknologi diterapkan dalam proses pembelajaran?
DeleteSederhana sekali menurut saya, penggunaan leptop android dan lain sebagainya dalam mencari literatur dpat mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran.
Contoh literasi siswa dalam pembelajaran Larutan asam basa yakni, di awal pembelajaran siswa diberi video lalu guru meminta siswa membentuk hipotesis sendiri (Timbul kemampuan Berpikir Kritis, Kreasi dan Inovasi) Setelah itu guru meminta siswa berdiskusi dan mencari dari berbagai sumber untuk membuktikan hipotesis tersebut (Dalam berdiskusi timbul kemampuan kolaborasi, dan komunikasi serta berpikir kritis dan kreasi) Dalam mencari berbagai sumber sudah mengemukakan konsep literasi disitu yakni pengumpulan pengetahuan sumber belajar dari berbagai sumber untuk membangun suatu konsep
ReplyDeleteTerima kasih untuk jawaban kak kak fanny ini berati proses pembelajaran yang terjadi dengan inkuiri berbasis teknologi. Bahwa belajr dimulai dengan penyelidikan atas fenomena2 yg terjadi. Dan mencari solusi pemechan maslaahnya dengn membuktikan atau perlakuan. Dan siswa di minta untuk menyampaikan keputusan2 yg sudah di perolahny dari berbagai sumber2 lainnya. Namun disini dalam oembelajaran abad 21 kita sudah berbasis teknologi. Ini berati luasnya sumber yang akan di akses oleh siswa. Jika terlalu luas bukannya kita akan khawatir jika sumber yang siswa dapatkan tidak sesuai dengan apa yg sudah dia lakukan. Itu bagaimana caranya agar kita bisa membatasinya.
Deletemenurut saya contoh berliterasi dalam materi asam basa adalah siswa, saya minta untuk mencari literatur ataupun berita dan artikel terkait dampak (positif/negatif) dari penggunaan asam dan basa. lalu setelah mereka mencari, mereka pahami dlu, apa" saja yg nerkaitan dgn asam dan basa, entah itu ke sifatnya atau cara penggolongan asam dan basa. lalu dari permasalahan inilah siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan tentang sifat dari asam dan basa yg sudah mereka temukan dalam sebuah literatur atau pun berita
ReplyDeleteTerima kasih atas jawabannya kk rina. Suda bagus karena ini pembelajaran yg berpusat pada siswa sekali. Namun disini jika tidak adanya bimbingan guru apakah nantinya akan terlalu luas materi yg dia akses jika menggunakan internet. Bagaimana cara ana menyelesaikannya agar materi nya juga terarah dan tidak terlalu luas karena takutnya tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Deletesaya akan menjawab pertanyaan no.1
ReplyDeleteBagaimana jika dalam pelaksaan pembelajaran, terdapat siswa yang tidak memiliki antusias dalam mencari sumber pembelajaran?
Menurut pendapat saya kita perlu menelaah/mengevaluasi kembali rancangan desain pembelajaran model rase yang di kembangkan apakah tepat atau masih ada yang perlu diperbaiki. tadi dikatakan RASE adalah sebuah desain pengembangan pembelajaran dengan penggunaan media. Dalam RASE siswa dituntut aktif mencari pengetahuan dari berbagai sumber.hal ini guru juga harus membimbing siswa dalam mencari sumber apakah benar/tidak sehingga siswa antusias dalam belajar.
apakah RASE tersebut gagal dalam penerapan/tidak dapat diberlakukan? menurut saya jika rase gagal dalam penerapannya perlu dilakukan evaluasi
saya sependapat dengan fero dalam menanggapi pertanyaan pertama bahwa kita perlu menelaah/mengevaluasi kembali rancangan desain pembelajaran model rase yang di kembangkan apakah tepat atau masih ada yang perlu diperbaiki. tadi dikatakan RASE adalah sebuah desain pengembangan pembelajaran dengan penggunaan media. Dalam RASE siswa dituntut aktif mencari pengetahuan dari berbagai sumber.hal ini guru juga harus membimbing siswa dalam mencari sumber apakah benar/tidak sehingga siswa antusias dalam belajar.
DeleteSaya akan mencoba menjawab permasalahan pertama, menurut saya model pedagogik RASE cocok diterapkan dalam pembelajaran materi kimia baik itu abstrak ataupun analisis, cocok juga untuk memancing motivasi belajar siswa/ masalah antusias belajar siswa,
ReplyDeleteKarena yang pertama jika dilihat dari penggunaan sumber daya (resources), pada pembelajaran kimia bisa kita gunakan textbook untuk bantuan materi penyampaian dan landasan diskusi pada materi yang analisis karena setiap penjelasan atau praktek kimia harus sesuai dengan teori yang ada, jika pun ada reaksi saat praktikum yang berlainan dari teori bisa menghasilkan teori baru, atau multimedia yang dapat membantu menjelaskan materi yang abstrak seperti halnya teori atom atau ikatan kimia dan bentu molekul kita dapat melihat contoh nyata gambar 3 dimensi dari media yang digunakan sehingga siswa lebih mudah berimajinasi aplikasi dari teori tersebut dalam kehidupan sehinggga lebih mudah untuk mengingat dan siswa lebih mudah mebayangkan tentang teori yang kita bahas, sehingga dapat meningkatkan antusisa belajar siswa.
Yang kedua aktivitas atau kegiatan adalah komponen penting untuk pencapaian penuh hasil belajar. Suatu kegiatan memberikan siswa dengan pengalaman di mana belajar terjadi dalam konteks pemahaman yang muncul, menguji ide, generalisasi dan menerapkan pengetahuan. Sesuai dengan kurikulum terbaru k13 suatu kegiatan harus “Berpusat pada siswa”: yakni berfokus pada apa yang siswa akan lakukan untuk belajar, bukan pada apa yang siswa akan ingat, Siswa belajar tentang proses, Siswa mengembangkan kemahiran baru. Suatu kegiatan harus “otentik”: yakni berisi skenario nyata dan masalah-terstruktur, Ini pengulangan praktek profesional, Menggunakan media khusus untuk praktek profesional, Hasilnya produk yang menunjukkan kompetensi profesional, tidak hanya pengetahuan.
Contoh penerapan ilmu kimia yaitu misalnya, merancang percobaan untuk menguji hipotesis ilmiah faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang memungkinan siswa harus mengamati proses, mengembangkan kemahirannya dalam menganalisis masalah dari apa yang terjadi saat percobaan, melihat fakta-fakta secara real faktor-faktor yng mempengaruhi laju reaksi sehingga mampu memahami secara fisik maupun teori.
Yang ketiga support atau Dukungan adalah untuk memastikan bahwa siswa diberikan bantuan, dan jika mungkin dengan media untuk secara mandiri atau bekerja sama dengan siswa lain, memecahkan kesulitan yang muncul. Seperti dengan mengadakan grp diskusi diluar sekolah, atau bisa bertanya langsung dengan mudah kepada guru jika mengalami kesulitan yang tidak bisa terjawab dari diskusi kelompok di sekolah maupum diluar sekolah, seperti siswa dpat mengirim pertanyaan via email atau yang sekarang lebih mudah via whatsapp.
Yang keempat evaluasi belajar siswa selama semester merupakan bagian penting dari pengalaman belajar yang berpusat pada siswa yang efektif. Evaluasi formatif dalam rangka untuk memungkinkan siswa untuk terus meningkatkan pembelajaran mereka. Rubrik dapat diberikan untuk memungkinkan siswa untuk melakukan evaluasi diri juga. Selain itu, evaluasi mungkin dilakukan oleh rekan-rekannya juga.
nah dari hasil evaluasi baru bisa disimpulkan apakah benar penggunaan model itu gagal, atau ada langkah yang terlewatkan saat menggunakan model RASE ini, kalau menurut saya tidak gagal namun belum tepat dan masih krang dalam penyampaian atau masih ada komponen/ sintaks dari model rase yang perlu diperbharui
menanggapi permasalahan yang pertaman yang mana RASE adalah sebuah desain pengembangan pembelajaran dengan penggunaan media. Dalam RASE siswa dituntut aktif mencari pengetahuan dari berbagai sumber. Bagaimana jika dalam pelaksaan pembelajaran, terdapat siswa yang tidak memiliki antusias dalam mencari sumber pembelajaran? Jika demikian Apakah RASE tersebut gagal dalam penerapan/tidak dapat diberlakukan?
ReplyDeletemenurut saya disinilah peran guru yang sebenarnya sebagai moderator yang dapat mengarahkan pembelajaran, nntinya guru dapat memecahkan permasalahan yang akan ditemukan didalam proses pembalajaran. salah satu contoh yang dapat guru lakukan yaitu seperti memberi motivasi dan juga dapat memberi sangsi.
RASE adalah sebuah desain pengembangan pembelajaran dengan penggunaan media. Dalam RASE siswa dituntut aktif mencari pengetahuan dari berbagai sumber.hal ini guru juga harus membimbing siswa dalam mencari sumber apakah benar/tidak sehingga siswa antusias dalam belajar.Dalam RASE siswa dituntut aktif mencari pengetahuan dari berbagai sumber dalam menerapkannnya guru haru membuat tuntunan dan target yang jelas agar siswa lebih terarah dan tahu akan tujuan yang harus mereka capai. serta bahan belajar yang dicari anak idak melenceng kemana-mana.
ReplyDelete