Tuesday, November 20, 2018

Presentasi Inovasi Sintaks Model Pembelajaran Kontekstual dan Dampaknya Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif


Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.
1.      Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.
2.      Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
3.      Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
1.      MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
2.      MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
3.      MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4.      KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5.      MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:

1.      Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2.      Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3.      Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4.      Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5.      Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6.      Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7.      Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

Langkah-langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Sadia (2014), urutan langkah-langkah (sintaks) pembelajaran
kontekstual (CTL) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa serta manfaat dari
proses pembelajaran serta pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari. Guru menggali pengetahuan awal siswa serta menganalisis miskonsepsi siswa (konstruktivisme)
2)      Siswa dibagi dalam kelompok kecil, sesuai dengan jumlah siswa. Guru menyajikan model atau fenomena dan setiap kelompok diberikan tugas untuk melakukan observasi. Melalui observasi siswa ditugaskan mencatat berbagai hal sesuai dengan tujuan pembelajaran (modeling)
3)      Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok/ individu siswa guna mencapai tujuan pembelajaran (questioning)
4)      Siswa melakukan observasi dan mencatat hasil observasinya dengan menggunakan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya, serta menganalisis hasil observasinya (inkuiri)
5)      Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Selanjutnya masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusinya dalam pleno kelas. Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lainnya (masyarakat belajar)
6)      Dengan bantuan guru, siswa menyimpulkan hasil observasinya. Simpulan tersebut merupakan pengetahuan atau keterampilan baru yang diperoleh dalam proses pembelajaran melalui penemuan. Guru melakukan penilaian autentik dan memberi tugas kepada siswa untuk meningkatkan pemahaman, memperluas dan memperdalam pengetahuan/keterampilannya berkaitan dengan topik/materi yang telah dipelajari. Siswa juga melakukan refleksi diri melalui self-evaluation.
Menurut Kunandar dalam Jamaluddin dan Asto (2015), menjelaskan langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual seperti pada pada tabel berikut ini:
1)      Konstruktivisme: Guru mengarahkan siswa agar mereka bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan kemampuannya
2)      Inquiry: Guru memotivasi siswa agar mereka menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang akan dipelajari
3)      Questioning: Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami oleh siswa dalam pembelajaran
4)      Learning Community: Guru menyuruh siswa untuk membentuk kelompok belajar yang anggotanya heterogen
5)      Modelling: Guru menghadirkan model rangkaian gerbang logika dan cara kerjanya sebagai media pembelajaran
6)      Refleksi: Guru membimbing siswa untuk melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan
7)      Authentic Assessment: Guru melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui hasil belajar masing-masing siswa.
INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
1.      Berpikir Lancar
1.      Banyak mengajukan pertanyaan
2.      Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan
3.      Bekerja lebih cepat dari teman lain
4.      Melakukan lebih banyak dari pada teman lain
5.      Dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi
2.      Berpikir Luwes
1.      Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau bercerita.
2.      Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
3.      Memberikan pertimbangan atau mendiskusikan sesuatu selalu memiliki posisi yang berbeda atau bertentangan dengan mayoritas kelompok.
4.      Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya,
3.      Berpikir Orisinal
1.      Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tak pernah terpikirkan orang lain.
2.      Mempertanyakan cara-cara lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru.
3.      Memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah.
4.      Setelah mendengar atau membaca gagasan, bekerja untuk mendapatkan penyelesaian yang baru.
4. Berpikir Elaboratif
1.      Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci.
2.      Mengembangkan/memperkaya gagasan orang lain.
3.      Cenderung memberi jawaban yang luas dan memuaskan.
4.      Mampu membangun keterkaitan antar konsep.
5. Berpikir Evaluatif
1.      Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandang sendiri
2.      Menganalisis masalah/penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa”?
3.      Mempunyai alasan (rasional) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.
4.      Menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya.

Inovasi untuk Model pembelajaran pendekatan CTL yang saya buat
Saya membuat inovasi ini berdasarkan dari kekurangan yang ada dalam pelaksanaan pembelajaran dengan CTL oleh skripsi Norma Rosita berjudul “ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI IPA MAN MUARA BULIAN”  dimana dalam skripsi ini menggunakan pembelajaran CTL dengan Sintaks pada umumnya yaitu konstruktivisme, pemodelan, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Nah dalam artikel kali ini saya ingin melakukan sedikit inovasi dalam sintaks model pembelajaran CTL ini.



No
Model Konvensional
(Model Kontekstual)
No
Inovasi Sintaks Model Kontekstual
Dampak Berpikir Kreatif
1.
Fase 1 : Konstruktivisme
1.
Fase 1: Konstruktivisme


1. guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa serta manfaat dari proses pembelajaran yang akan di pelajari.

2. Guru menggali peengetahuan awal siswa dengan memberi pertanyaan dan pendapat siswa tentang materi yang dipelajari

1. guru mengkondisikan siswa menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai 

2. Guru menggali peengetahuan awal siswa dengan memberi pertanyaan dan pendapat siswa tentang materi yang dipelajari
Memberi gagasan yang bervariasi (Aspek Berpikir Luwes)
2.
Fase 2 : Pemodelan (Modelling)
2.
Fase 2: pemodelan (Modelling)


1. guru membentuk kelompok yang anggotanya heterogen dan sesuai dengan jumlah siswa.

2. guru menyajikan fenomena kepada siswa dengan jalan demonstrasi, setiap kelompok diberi tugas untuk observasi.

1. guru memberikan arahan kepada siswa untuk membentuk kelompok secara acak atau heterogen

2. guru menyajikan video pembelajaran yang berkaitan dengan materi yang akan di pelajari.

3. guru memberikan suatu fenomena yang dekat dengan kehiduoan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

4. mengarahkan siswa untuk menyiapkan peralatan yang akan di gunakan selama pembelajaran seperti LKPD.

3.
Fase 3 : menemukan (Inquiry)
3.
Fase 3 : Merumuskan Masalah (Problem)


1. Guru memberi kesempatan siswa untuk melakukan observasi dan mencatat hasil observasinya dengan menggunakan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya, serta menganalisis hasil observasinya.

1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada didalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang telah disajikan dalam LKPD.
Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tak pernah terpikirkan orang lain (Aspek Berpikir Orisinal)

Menganalisis masalah/penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa”? (Aspek Berpikir Evaluatif)


2. guru membimbing siswa dalam membuat jawaban atau dugaan sementara atas permasalahan yang telah dbuat tadi.
Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan  (Aspek Berpikir Lancar)

4.
Fase 4: Masyarakat Belajar (Learning Community)
4.
Fase 4: Menemukan (Inquiry)


1. guru memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.

2. guru memberi kesempatan siswa untuk melaporkan hasil diskusinya pada masing-masing kelompok, setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lainnya.

1. guru mengarahkan siswa untuk mencari tau dari berbagai sumber atau melakukan observasi atas permasalahan yang sudah mereka tentukan sebelumnya.
Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau bercerita (Aspek Berpikir Luwes)

2. guru membimbing siswa dalam melaksanakan pemacahan masalah atau pembuktian (praktikum) atas masalah yang ada sesuai dengan alat dan langkah-langkah yang ada didalam LKPD.

Mencetuskan masalah, gagasan atau hal-hal yang tak terpikirkan oleh orang lain (Aspek Berpikir Orisinal)
Menentukan banyak gagasan jawaban atau saran dengan lancer dan tepat (Aspek Berpikir Lancar)
5.
Fase 5 : bertanya (Questioning)
5.
Fase 5: Masyarakat Belajar (Learning Community)


1. guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami oleh siswa dalam pembelajaran dengan bantuan guru, siswa menyimpulkan hasil dikusinya.

1. guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi tentang hasil temuan yang sudah mereka dapatkan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Bekerja lebih cepat dari teman lain (Aspek Berpikir Lancar)
Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda (Aspek Berpikir Luwes)
Setelah mendengar atau membaca gagasan, bekerja untuk mendapatkan penyelesaian yang baru (Aspek Berpikir Orisinal)
2. guru mengarahkan siswa untuk melaporkan hasil dikusi mereka sesuai kelompoknya masing-masing.
Mengembangkan/memperkaya gagasan orang lain (Aspek Berpikir Elaboratif)
6.
Fase 6: Refleksi
6.
Fase 6 : Bertanya (Quesioning)


1. guru membimbing siswa untuk melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan

1. guru membimbing siswa dalam tanya jawab antar kelompok selama presentasi.
Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tak pernah terpikirkan orang lain (Aspek Berpikir Orisinal)

2. guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami oleh siswa dalam pembelajaran dengan bantuan guru.
Mampu membangun keterkaitan antar konsep (Aspek Berpikir Elaboratif)
Banyak mengajukan pertanyaan (Aspek Berpikir Lancar)


3. guru membimbing siswa dalam mengemukakan pendapat yang dimilikinya berdasarkan pengamatan maupun teori yang diketahui.
Memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah (Aspek Berpikir Orisinal)
Mengembangkan/memperkaya gagasan orang lain (Aspek Berpikir Elaboratif)
Cenderung memberi jawaban yang luas dan memuaskan (Aspek Berpikir Elaboratif)
Mampu membangun keterkaitan antar konsep (Aspek Berpikir Elaboratif)
7.
Fase 7: Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
7.
Fase 7: Refleksi


1. guru melakukan penilaian autentik dan memberi tugas kepada siswa untuk meningkatkan pemahaman, memperluas dan memperdalam pengetahuan/keterampilannya berkaitannya dengan topik/materi yang telah dipelajari.

1. guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan hasil diskusinya.
Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci (Aspek Berpikir Elaboratif)


2. guru membimbing siswa untuk melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
Mampu membangun keterkaitan antar konsep (Aspek Berpikir Elaboratif)

8.
Fase 8 : Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)


1. guru memberikan tugas kepada siswa tentang materi yang sudah dipelajari.

2. guru mengawasi siswa dalam mengerjakan soal.


1. menurut pendapat kalian apakah inovasi yang telah saya buat sudah efektif dan sudah lebih baik dari sintaks kontekstual sebelumnya ?
2. apa saran dan pendapat kalian terhadap inovasi yang sudah saya buat?





13 comments:

  1. Menurut saya sintaks CTL diatas sudah cukup efektif untuk diterapkan, karena mengandung keseluruhan komponen CTL. Sintaks nya pun dapat menimbulkan pola berpikir kreatif karena adanya diskusi dan perintah untuk mengamati. Melalui sintaks inkuiri siswa dapat menimbulkan gagasan bervariasi pada masing-masing individu karena pembelajaran yang menarik itu dapat membuat masing-masing siswa memiliki pendapat berbeda. Lalu pada bagian akhir juga ada proses self reflection tentu ini sangat bermanfaat untuk mengingat materi apa yang dirasa kurang dikuasai dan proses menyimpulkan siswa juga berguna dalam memperkuat pengetahuan siswa mengenai materi yang diajarkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya setuju dengan pendapat fanny bahwa inovasi sintaks CTL sudah efektif dan bisa diterapkan karena terdapat keseluruhan komponen CTL. Dan bagian sintaks yang lebih menekankan pada keterampilan berpikir kreatif adalah inkuiri karna didalam inkuiri ini Menurut Trianto (2009) merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

      Delete
  2. menurut saya inovasi sintak yang telah dian buat sudah efektif dan sudah lebih baik dari sintaks kontekstual sebelumnya karena pada inovasi sintak ini urutan yang digunakan sudah sesuai dengan tahapan proses pembelajaran yang memungkinkan dilakukan dikelas selain itu pada proses merumuskan masalah perumusan pertanyaan yang dibuat harus dengan "mengapa", hal ini akan memunculkan banyak ide dari siswa tentang bagaimana cara ia dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

    ReplyDelete
  3. 22 November 2018 20.39
    menurut saya langkah pembelajaran kontestual yang dapat menimbulkan secara nyata aspek berpikir kreatifnya langkah pembelajaran ke 3 pada inovasi sintaks yaitu inquiry pada tahap membimbing siswa melakukan analisis dari setiap observasi yang dilakukannya. karna Berpikir kreatif itu sendiri adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
    Secara keseluruhan menurut saya sintaks CTL diatas sudah cukup efektif untuk diterapkan, karena mengandung keseluruhan komponen CTL.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sependapat dengan yang disampaikan oleh rini bahwa langkah pembelajaran kontestual yang dapat menimbulkan secara nyata aspek berpikir kreatif adalah pada langkah pembelajaran ke 3 yaitu pada inovasi sintaks inquiry pada tahap membimbing siswa melakukan analisis dari setiap observasi yang dilakukannya. karna Berpikir kreatif itu sendiri adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.

      Delete
  4. menurut saya inovasi yang dibuat dian sudah bagus dan sudah baik, karena bnyak penambahan-penambahan komponen, tetapi alangkan baiknya jika ingin menambahkan problem (merumuskan masalah) tidak perlu lagi menggunakan inquiry (menemukan) karena menurut saya hal itu hampir sama. jika pembelajaran kita mulai dari problem maka penyelesaianya pemacahan problem. jika kita memulai dari inquiry, maka kita akan memunculkan masalah-masalah yang hasil akhirnya diselesikan dengan penemuan-penemuan dari permasalahan.

    ReplyDelete
  5. menurut saya inovasi yang Anda buat sudah bagus dengan menambahkan sintaks dalam merumuskan masalah ke dalam CTL. mungkin saran saya jika ada rumusan masalah Anda bisa menambahkan satu sintaks lagi yaitu pengujian hipotesis. sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah secara tuntas dan mudah untuk menyimpulkan pelajaran yang sedang berlangsung.

    ReplyDelete
  6. menaanggapi pertanyaan dari dian, menurut saya sintaks yang dian buat sudah cukup baik dan mungkin akan cocok untuk diterapkan, namun untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, unutk melihat seberapa baiknya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, selain itu untuk mengoptimalkan efektivitasnya sebaiknya guru yang menerapkannya adalah guru yang profesional dan sering menggunakan model ini serta guru yang memiliki kemampuan berimprovisasi dalam situasi/kondisi apapun yanng ada dikelas

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya setuju dengan pendapat kk rini untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, unutk melihat seberapa baiknya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, selain itu untuk mengoptimalkan efektivitasnya sebaiknya guru yang menerapkannya adalah guru yang profesional dan sering menggunakan model ini serta guru yang memiliki kemampuan berimprovisasi dalam situasi/kondisi apapun yanng ada dikelas

      Delete
    2. Saya juga sependapat debgan rini dan tri untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa efektifnya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, karena ini adalah inovasi atau pembaharuan tidak bisa langsung diputuskan cocok atau tidak, efektif atau tidak tanpa uji coba, namun secara keseluruhan menurut saya bisa terlaksana

      Delete
    3. Saya sependapat dengan kak Melda, yaitu "untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa efektifnya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, karena ini adalah inovasi atau pembaharuan tidak bisa langsung diputuskan cocok atau tidak, efektif atau tidak tanpa uji coba, namun secara keseluruhan menurut saya bisa terlaksana", keefektifan suatu prodak yg sudah saudari buat seharusnya efektif jika dilihat dari teori.

      Delete
  7. sintaks yang dibuat dian sudah cukup bagus, namun untuk menguji tingkat kefektifannya perlu diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa efektifnya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional. saran saya pada tahapan inquiri bisa diperluas lagi atau divariasikan LKPD yang diselesaikan anak, biar lebih variatif pada waktu didkusi pada tahap masyarakat belajar.

    ReplyDelete