Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan
kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara
menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta
didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya
disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat
disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan
dalam tugas pekerjaan.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota masyarakat.
Menurut teori pembelajran kontekstual,
pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik) memproses informasi
atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak
mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di
sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan
mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode
pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam
ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat
lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta
mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan
nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya,
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik
telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala
sesuatu di alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2)
Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.
1. Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam
semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip
kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka
dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan
lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling
bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan
persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah
menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai
standar akademik yang tinggi.
2. Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari
alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL
prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi,
memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah
mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis
guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
3. Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur,
dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa
untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas
keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan,
mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan
kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh
pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan
imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada
strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk
pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan
Mentransfer.
1.
MENGAITKAN: Belajar dalam
konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia
ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan
demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman
hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka
lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu
mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian
berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
2.
MENGALAMI: Belajar dalam
konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual
dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun
pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat
memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk
penelitian aktif.
3.
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep
dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan
suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat
memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4.
KERJASAMA: Belajar dalam konteks
berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi
pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara
individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang
bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan
sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari
materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat
berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan
yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di
tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa
mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5.
MENTRASFER: Belajar dalam
konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas
apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman
belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Depdiknas untuk penerapannya,
pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu
konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning),
masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya
sebagai berikut:
1.
Konstruktivisme (constructivism).
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu
proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2.
Menemukan (Inquiry).
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari
observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3.
Bertanya (Questioning).
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya
merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya
berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3)
membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan
siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan
perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak
lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4.
Masyarakat Belajar (Learning
Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh
dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’
antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat
belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang
terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5.
Pemodelan (Modeling). Pemodelan
pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru
menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar
siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari
luar.
6.
Refleksi (Reflection).
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari
aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.
Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh
hari itu.
7.
Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment).
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran
mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan
terhadap proses maupun hasil.
Langkah-langkah
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Sadia (2014),
urutan langkah-langkah (sintaks) pembelajaran
kontekstual (CTL) dapat dijelaskan sebagai berikut:
kontekstual (CTL) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Guru
menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa serta manfaat dari
proses pembelajaran serta pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari. Guru menggali pengetahuan awal siswa serta menganalisis miskonsepsi siswa (konstruktivisme)
proses pembelajaran serta pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari. Guru menggali pengetahuan awal siswa serta menganalisis miskonsepsi siswa (konstruktivisme)
2) Siswa
dibagi dalam kelompok kecil, sesuai dengan jumlah siswa. Guru menyajikan model
atau fenomena dan setiap kelompok diberikan tugas untuk melakukan observasi.
Melalui observasi siswa ditugaskan mencatat berbagai hal sesuai dengan tujuan
pembelajaran (modeling)
3) Guru
melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok/
individu siswa guna mencapai tujuan pembelajaran (questioning)
4)
Siswa melakukan observasi dan
mencatat hasil observasinya dengan menggunakan alat observasi yang telah mereka
tentukan sebelumnya, serta menganalisis hasil observasinya (inkuiri)
5)
Siswa mendiskusikan hasil temuan
mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Selanjutnya masing-masing
kelompok melaporkan hasil diskusinya
dalam pleno kelas. Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
kelompok lainnya (masyarakat belajar)
6)
Dengan
bantuan guru, siswa menyimpulkan hasil observasinya. Simpulan tersebut
merupakan pengetahuan atau keterampilan baru yang diperoleh dalam proses
pembelajaran melalui penemuan. Guru melakukan penilaian autentik dan memberi
tugas kepada siswa untuk meningkatkan pemahaman, memperluas dan memperdalam
pengetahuan/keterampilannya berkaitan
dengan topik/materi yang telah
dipelajari. Siswa juga melakukan refleksi diri melalui self-evaluation.
Menurut
Kunandar dalam Jamaluddin dan Asto (2015), menjelaskan langkah-langkah dalam
pembelajaran kontekstual seperti pada pada tabel berikut ini:
1)
Konstruktivisme:
Guru mengarahkan siswa agar mereka bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan kemampuannya
2)
Inquiry: Guru memotivasi siswa agar mereka menemukan sendiri pengetahuan
dan keterampilan yang akan dipelajari
3)
Questioning: Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang
hal-hal yang belum dipahami oleh siswa dalam pembelajaran
4)
Learning
Community: Guru menyuruh siswa untuk
membentuk kelompok belajar yang anggotanya heterogen
5)
Modelling: Guru menghadirkan model rangkaian gerbang logika dan cara
kerjanya sebagai media pembelajaran
6)
Refleksi:
Guru membimbing siswa untuk melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan
7)
Authentic
Assessment: Guru melakukan penilaian
terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui hasil belajar masing-masing
siswa.
INDIKATOR
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
1. Berpikir
Lancar
1. Banyak
mengajukan pertanyaan
2. Menjawab
dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan
3. Bekerja
lebih cepat dari teman lain
4. Melakukan
lebih banyak dari pada teman lain
5. Dengan
cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi
2. Berpikir
Luwes
1. Memberikan
bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau bercerita.
2. Menerapkan
suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
3. Memberikan
pertimbangan atau mendiskusikan sesuatu selalu memiliki posisi yang berbeda
atau bertentangan dengan mayoritas kelompok.
4. Jika
diberi suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbeda-beda
untuk menyelesaikannya,
3. Berpikir
Orisinal
1. Memikirkan
masalah-masalah atau hal yang tak pernah terpikirkan orang lain.
2. Mempertanyakan
cara-cara lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru.
3. Memberikan
gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah.
4. Setelah
mendengar atau membaca gagasan, bekerja untuk mendapatkan penyelesaian yang
baru.
4. Berpikir Elaboratif
1. Mencari
arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci.
2. Mengembangkan/memperkaya
gagasan orang lain.
3. Cenderung
memberi jawaban yang luas dan memuaskan.
4. Mampu
membangun keterkaitan antar konsep.
5. Berpikir Evaluatif
1. Memberi
pertimbangan atas dasar sudut pandang sendiri
2. Menganalisis
masalah/penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa”?
3. Mempunyai
alasan (rasional) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu
keputusan.
4. Menentukan
pendapat dan bertahan terhadapnya.
Inovasi
untuk Model pembelajaran pendekatan CTL yang saya buat
Saya
membuat inovasi ini berdasarkan dari kekurangan yang ada dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan CTL oleh skripsi Norma Rosita berjudul “ANALISIS
KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI IPA MAN MUARA BULIAN” dimana dalam skripsi ini menggunakan
pembelajaran CTL dengan Sintaks pada umumnya yaitu konstruktivisme, pemodelan,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, refleksi, dan penilaian yang
sebenarnya. Nah dalam artikel kali ini saya ingin melakukan sedikit inovasi
dalam sintaks model pembelajaran CTL ini.
No
|
Model Konvensional
(Model Kontekstual)
|
No
|
Inovasi Sintaks Model Kontekstual
|
Dampak Berpikir Kreatif
|
1.
|
Fase 1 : Konstruktivisme
|
1.
|
Fase 1: Konstruktivisme
|
|
|
1. guru
menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa serta manfaat dari proses
pembelajaran yang akan di pelajari.
2. Guru
menggali peengetahuan awal siswa dengan memberi pertanyaan dan pendapat siswa
tentang materi yang dipelajari
|
|
1. guru
mengkondisikan siswa menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai
|
|
2. Guru
menggali peengetahuan awal siswa dengan memberi pertanyaan dan pendapat siswa
tentang materi yang dipelajari
|
Memberi
gagasan yang bervariasi (Aspek Berpikir Luwes)
|
|||
2.
|
Fase 2 : Pemodelan (Modelling)
|
2.
|
Fase 2: pemodelan (Modelling)
|
|
|
1. guru
membentuk kelompok yang anggotanya heterogen dan sesuai dengan jumlah siswa.
2. guru
menyajikan fenomena kepada siswa dengan jalan demonstrasi, setiap kelompok
diberi tugas untuk observasi.
|
|
1. guru
memberikan arahan kepada siswa untuk membentuk kelompok secara acak atau
heterogen
2. guru
menyajikan video pembelajaran yang berkaitan dengan materi yang akan di
pelajari.
3. guru
memberikan suatu fenomena yang dekat dengan kehiduoan sehari-hari yang
berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
4.
mengarahkan siswa untuk menyiapkan peralatan yang akan di gunakan selama
pembelajaran seperti LKPD.
|
|
3.
|
Fase 3 : menemukan (Inquiry)
|
3.
|
Fase 3 : Merumuskan Masalah (Problem)
|
|
|
1. Guru
memberi kesempatan siswa untuk melakukan observasi dan mencatat hasil
observasinya dengan menggunakan alat observasi yang telah mereka tentukan
sebelumnya, serta menganalisis hasil observasinya.
|
|
1. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan yang
ada didalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang telah
disajikan dalam LKPD.
|
Memikirkan masalah-masalah atau hal
yang tak pernah terpikirkan orang lain (Aspek Berpikir Orisinal)
Menganalisis masalah/penyelesaian
secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa”? (Aspek Berpikir Evaluatif)
|
2. guru
membimbing siswa dalam membuat jawaban atau dugaan sementara atas
permasalahan yang telah dbuat tadi.
|
Menjawab dengan sejumlah jawaban jika
ada pertanyaan (Aspek Berpikir Lancar)
|
|||
4.
|
Fase 4: Masyarakat Belajar (Learning
Community)
|
4.
|
Fase 4: Menemukan (Inquiry)
|
|
|
1. guru
memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai
dengan kelompoknya masing-masing.
2. guru
memberi kesempatan siswa untuk melaporkan hasil diskusinya pada masing-masing
kelompok, setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok
lainnya.
|
|
1. guru
mengarahkan siswa untuk mencari tau dari berbagai sumber atau melakukan observasi
atas permasalahan yang sudah mereka tentukan sebelumnya.
|
Memberikan bermacam-macam penafsiran
terhadap suatu gambar, cerita atau bercerita (Aspek Berpikir Luwes)
|
2. guru
membimbing siswa dalam melaksanakan pemacahan masalah atau pembuktian
(praktikum) atas masalah yang ada sesuai dengan alat dan langkah-langkah yang
ada didalam LKPD.
|
Mencetuskan
masalah, gagasan atau hal-hal yang tak terpikirkan oleh orang lain (Aspek Berpikir
Orisinal)
Menentukan
banyak gagasan jawaban atau saran dengan lancer dan tepat (Aspek Berpikir
Lancar)
|
|||
5.
|
Fase 5 : bertanya (Questioning)
|
5.
|
Fase 5: Masyarakat Belajar (Learning Community)
|
|
|
1. guru
memberikan kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum
dipahami oleh siswa dalam pembelajaran dengan bantuan guru, siswa
menyimpulkan hasil dikusinya.
|
|
1. guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi tentang hasil temuan yang
sudah mereka dapatkan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
|
Bekerja lebih cepat dari teman lain
(Aspek Berpikir Lancar)
Menerapkan suatu konsep atau asas
dengan cara yang berbeda-beda (Aspek Berpikir Luwes)
Setelah mendengar atau membaca
gagasan, bekerja untuk mendapatkan penyelesaian yang baru (Aspek Berpikir
Orisinal)
|
2. guru
mengarahkan siswa untuk melaporkan hasil dikusi mereka sesuai kelompoknya
masing-masing.
|
Mengembangkan/memperkaya gagasan orang
lain (Aspek Berpikir Elaboratif)
|
|||
6.
|
Fase 6: Refleksi
|
6.
|
Fase 6 : Bertanya (Quesioning)
|
|
|
1. guru
membimbing siswa untuk melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan
|
|
1. guru
membimbing siswa dalam tanya jawab antar kelompok selama presentasi.
|
Memikirkan masalah-masalah atau hal
yang tak pernah terpikirkan orang lain (Aspek Berpikir Orisinal)
|
2. guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum
dipahami oleh siswa dalam pembelajaran dengan bantuan guru.
|
Mampu membangun keterkaitan antar konsep
(Aspek Berpikir Elaboratif)
Banyak mengajukan pertanyaan (Aspek
Berpikir Lancar)
|
|||
3. guru
membimbing siswa dalam mengemukakan pendapat yang dimilikinya berdasarkan
pengamatan maupun teori yang diketahui.
|
Memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan
masalah (Aspek Berpikir Orisinal)
Mengembangkan/memperkaya gagasan orang
lain (Aspek Berpikir Elaboratif)
Cenderung memberi jawaban yang luas
dan memuaskan (Aspek Berpikir Elaboratif)
Mampu membangun keterkaitan antar
konsep (Aspek Berpikir Elaboratif)
|
|||
7.
|
Fase 7: Penilaian Sebenarnya (Authentic
Assessment)
|
7.
|
Fase 7: Refleksi
|
|
|
1. guru
melakukan penilaian autentik dan memberi tugas kepada siswa untuk
meningkatkan pemahaman, memperluas dan memperdalam
pengetahuan/keterampilannya berkaitannya dengan topik/materi yang telah
dipelajari.
|
|
1. guru
mengarahkan siswa untuk menyimpulkan hasil diskusinya.
|
Mencari arti yang lebih mendalam
terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang
terperinci (Aspek Berpikir Elaboratif)
|
2. guru
membimbing siswa untuk melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan.
|
Mampu membangun keterkaitan antar
konsep (Aspek Berpikir Elaboratif)
|
|||
8.
|
Fase 8 : Penilaian Sebenarnya (Authentic
Assessment)
|
|
||
|
1. guru
memberikan tugas kepada siswa tentang materi yang sudah dipelajari.
|
|
||
2. guru
mengawasi siswa dalam mengerjakan soal.
|
|
1. menurut pendapat
kalian apakah inovasi yang telah saya buat sudah efektif dan sudah lebih baik
dari sintaks kontekstual sebelumnya ?
2. apa saran dan
pendapat kalian terhadap inovasi yang sudah saya buat?
Menurut saya sintaks CTL diatas sudah cukup efektif untuk diterapkan, karena mengandung keseluruhan komponen CTL. Sintaks nya pun dapat menimbulkan pola berpikir kreatif karena adanya diskusi dan perintah untuk mengamati. Melalui sintaks inkuiri siswa dapat menimbulkan gagasan bervariasi pada masing-masing individu karena pembelajaran yang menarik itu dapat membuat masing-masing siswa memiliki pendapat berbeda. Lalu pada bagian akhir juga ada proses self reflection tentu ini sangat bermanfaat untuk mengingat materi apa yang dirasa kurang dikuasai dan proses menyimpulkan siswa juga berguna dalam memperkuat pengetahuan siswa mengenai materi yang diajarkan.
ReplyDeletesaya setuju dengan pendapat fanny bahwa inovasi sintaks CTL sudah efektif dan bisa diterapkan karena terdapat keseluruhan komponen CTL. Dan bagian sintaks yang lebih menekankan pada keterampilan berpikir kreatif adalah inkuiri karna didalam inkuiri ini Menurut Trianto (2009) merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Deletemenurut saya inovasi sintak yang telah dian buat sudah efektif dan sudah lebih baik dari sintaks kontekstual sebelumnya karena pada inovasi sintak ini urutan yang digunakan sudah sesuai dengan tahapan proses pembelajaran yang memungkinkan dilakukan dikelas selain itu pada proses merumuskan masalah perumusan pertanyaan yang dibuat harus dengan "mengapa", hal ini akan memunculkan banyak ide dari siswa tentang bagaimana cara ia dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
ReplyDelete22 November 2018 20.39
ReplyDeletemenurut saya langkah pembelajaran kontestual yang dapat menimbulkan secara nyata aspek berpikir kreatifnya langkah pembelajaran ke 3 pada inovasi sintaks yaitu inquiry pada tahap membimbing siswa melakukan analisis dari setiap observasi yang dilakukannya. karna Berpikir kreatif itu sendiri adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
Secara keseluruhan menurut saya sintaks CTL diatas sudah cukup efektif untuk diterapkan, karena mengandung keseluruhan komponen CTL.
sependapat dengan yang disampaikan oleh rini bahwa langkah pembelajaran kontestual yang dapat menimbulkan secara nyata aspek berpikir kreatif adalah pada langkah pembelajaran ke 3 yaitu pada inovasi sintaks inquiry pada tahap membimbing siswa melakukan analisis dari setiap observasi yang dilakukannya. karna Berpikir kreatif itu sendiri adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
Deletemenurut saya inovasi yang dibuat dian sudah bagus dan sudah baik, karena bnyak penambahan-penambahan komponen, tetapi alangkan baiknya jika ingin menambahkan problem (merumuskan masalah) tidak perlu lagi menggunakan inquiry (menemukan) karena menurut saya hal itu hampir sama. jika pembelajaran kita mulai dari problem maka penyelesaianya pemacahan problem. jika kita memulai dari inquiry, maka kita akan memunculkan masalah-masalah yang hasil akhirnya diselesikan dengan penemuan-penemuan dari permasalahan.
ReplyDeletemenurut saya inovasi yang Anda buat sudah bagus dengan menambahkan sintaks dalam merumuskan masalah ke dalam CTL. mungkin saran saya jika ada rumusan masalah Anda bisa menambahkan satu sintaks lagi yaitu pengujian hipotesis. sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah secara tuntas dan mudah untuk menyimpulkan pelajaran yang sedang berlangsung.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Deletemenaanggapi pertanyaan dari dian, menurut saya sintaks yang dian buat sudah cukup baik dan mungkin akan cocok untuk diterapkan, namun untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, unutk melihat seberapa baiknya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, selain itu untuk mengoptimalkan efektivitasnya sebaiknya guru yang menerapkannya adalah guru yang profesional dan sering menggunakan model ini serta guru yang memiliki kemampuan berimprovisasi dalam situasi/kondisi apapun yanng ada dikelas
ReplyDeletesaya setuju dengan pendapat kk rini untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, unutk melihat seberapa baiknya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, selain itu untuk mengoptimalkan efektivitasnya sebaiknya guru yang menerapkannya adalah guru yang profesional dan sering menggunakan model ini serta guru yang memiliki kemampuan berimprovisasi dalam situasi/kondisi apapun yanng ada dikelas
DeleteSaya juga sependapat debgan rini dan tri untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa efektifnya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, karena ini adalah inovasi atau pembaharuan tidak bisa langsung diputuskan cocok atau tidak, efektif atau tidak tanpa uji coba, namun secara keseluruhan menurut saya bisa terlaksana
DeleteSaya sependapat dengan kak Melda, yaitu "untuk efektif atau tidaknya jika diterapkan, ini perlu diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa efektifnya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional, karena ini adalah inovasi atau pembaharuan tidak bisa langsung diputuskan cocok atau tidak, efektif atau tidak tanpa uji coba, namun secara keseluruhan menurut saya bisa terlaksana", keefektifan suatu prodak yg sudah saudari buat seharusnya efektif jika dilihat dari teori.
Deletesintaks yang dibuat dian sudah cukup bagus, namun untuk menguji tingkat kefektifannya perlu diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa efektifnya inovasi ini dibandingkan dengan CTL konvensional. saran saya pada tahapan inquiri bisa diperluas lagi atau divariasikan LKPD yang diselesaikan anak, biar lebih variatif pada waktu didkusi pada tahap masyarakat belajar.
ReplyDelete