Tuesday, November 27, 2018

Presentasi Inovasi Model PBL dan Dampaknya Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa


Presentasi Inovasi Sintaks Model Pembelajaran PBL dan Dampaknya terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Ada beberapa model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam kurikukulum 2013, diantaranya Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning), Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning), dan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Sebagai seorang guru, kita harus mampumendesain dan memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tema dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Model pembelajaran yang kita pilih hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan peserta didik, sumber belajar, serta daya dukung yang dimiliki oleh guru atau sekolah.
Dalam pembelajaran Model Problem Based Learning tugas guru mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untukmemecahkan masalah kehidupannya.
Sehubungan dengan pemilihan model pembelajaran, penulis mencoba berbagi informasi tentang ‘ Model pembelajaran Problem Based Learning dalam Kurikulum 2013’.
Problem Based Learning (PBL) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,1995).
Problem Based Learning (PBL) mempunyai perbedaan penting dengan pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan didasarkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas, sedangkan Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan dalam memlilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah.
Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingka tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Dengan Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.

Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)
Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based Learning (PBL) telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
2.      Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3.      Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
4.      Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa laporan.
5.      Kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Menurut Rusman (2010:232), karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
1.      Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2.      Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 
3.      Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). 
4.      Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 
5.      Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. 
6.      Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam problem based learning. 
7.      Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif. 
8.      Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan. 
9.      Sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar. 
10.  Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam Kurikulum 2013 memiliki tahapan sebagai berikut:
1.      Mengorientasikan Siswa pada Masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut.
1) Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri.
2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.
3) Selama tahap penyelidikan, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi.
4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan.

2.      Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.

3.      Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didikmengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.

4.      Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan Mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.

5.      Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.


Tujuan Model Pembelajaran PBL 
Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa untuk berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah malalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Berikut ini beberapa tujuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL):
1.      Mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. 
Proses-proses berpikir tentang ide-ide abstrak berbeda dari proses-proses yang digunakan untuk berpikir tentang situasi-situasi dunia nyata. Resnick menekankan pentingnya konteks dan keterkaitan pada saat berpikir tentang berpikir yaitu meskipun proses berpikir memiliki beberapa kasamaan antara situasi, proses itu bervariasi tergantung dengan apa yang dipikirkan seseorang dalam memecahkan masalah.
2.      Belajar peran orang dewasa 
Problem Based Learning (PBL) juga dimaksudkan untuk membantu siswa berkinerja dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan belajar peran-peran penting yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Resnick mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran ini penting untuk menjembatani kerjasama dalam menyelesaikan tugas, memiliki elemen-elemen belajar magang yang mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga dapat memahami peran di luar sekolah.
3.      Keterampilan-keterampilan untuk belajar mandiri 
Guru yang secara terus menerus membimbing siswa dengan cara mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan memberi penghargaan untuk pertanyaan-pertanyaan berbobot yang mereka ajukan, dengan mendorong siswa mencari solusi/penyelesaian terhadap masalah nyata yang dirumuskan oleh siswa sendiri, maka diharapkan siswa dapat belajar menangani tugas-tugas pencarian solusi itu secara mandiri dalam hidupnya kelak.

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran PBL 
Setiap model pembelajaran biasanya memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini merupakan keunggulan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), yaitu sebagai berikut (Sanjaya, 2006:220):
1.      Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna. 
2.      Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 
3.      Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4.      Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.      Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang dilakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6.      Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja. 
7.      Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 
8.      Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 
9.      Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam dunia nyata. 
10.  Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar, sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Adapun kelemahan-kelemanan dari penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2006:221):
1.      Manakala siswa tidak memiliki minat atau siswa berasumsi bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka akan merasa enggan untuk mencoba. 
2.      Keberhasilan model pembelajaran melalui Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 
3.      Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha memecahkan masalah yang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari.
Apa itu berpikir kritis? 


Kemampuan berpikir kritis adalah suatu kemampuan seseorang dalam menganalisis ide atau gagasan secara logis, reflektif, sistematis dan produktif untuk membantu membuat, mengevaluasi serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau akan dilakukan sehingga berhasil dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
Berpikir kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan menggunakan kontrol aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. Tidak semua orang bisa berpikir kritis karena dibutuhkan keyakinan yang kuat dan mendasar agar tidak mudah dipengaruhi. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menganalisis suatu permasalahan hingga pada tahap pencarian solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Karakteristik Berpikir Kritis 
Menurut Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita, 2010:154), terdapat empat komponen berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:
1.      Basic operations of reasoning. Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menggeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif dan merumuskan langkah-langkah logis lainnya secara mental. 
2.      Domain-specific knowledge. Dalam menghadapi suatu problem, seseorang harus mengetahui tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut. 
3.      Metakognitive knowledge. Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia memerlukan informasi baru dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut. 
4.      Values, beliefs and dispositions. Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara fair dan objektif. Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten dan reflektif ketika berpikir.
Sedangkan menurut Beyer (dalam Surya, 2011:137), terdapat delapan karakteristik dalam kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1.      Watak (dispositions). Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis (tidak mudah percaya), sangat terbuka, menghargai kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik. 
2.      Kriteria (criteria). Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang. 
3.      Argumen (argument). Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Namun, secara umum argumen dapat diartikan sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen. 
4.      Pertimbangan atau pemikiran (reasoning). Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5.      Sudut pandang (point of view). Sudut pandang adalah cara memandang atau landasan yang digunakan untuk menafsirkan sesuatu dan yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang atau menafsirkan sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda. 
6.      Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria). Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan masalah, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengindentifikasikan asumsi atau perkiraan-perkiraan.

Indikator Berpikir Kritis 
Menurut Ennis (dalam Maftukhin, 2013:24), terdapat lima kelompok indikator kemampuan berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:
1.      Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification). Klarifikasi dasar terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, (2) menganalisis argumen, dan (3) bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan atau pertanyaan yang menantang. 
2.      Memberikan Alasan untuk Suatu Keputusan (The Basis for The Decision). Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan (2) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 
3.      Menyimpulkan (Inference). Tahap menyimpulkan terdiri dari tiga indikator (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan (3) membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. 
4.      Klarifikasi Lebih Lanjut (Advanced Clarification). Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mengidentifikasikan istilah dan mempertimbangkan definisi dan (2) mengacu pada asumsi yang tidak dinyatakan.
5.      Dugaan dan Keterpaduan (Supposition and Integration). Tahap ini terbagi menjadi dua indikator (1) mempertimbangkan dan memikirkan secara logis premis, alasan, asumsi, posisi, dan usulan lain yang tidak disetujui oleh mereka atau yang membuat mereka merasa ragu-ragu tanpa membuat ketidaksepakatan atau keraguan itu mengganggu pikiran mereka, dan (2) menggabungkan kemampuan kemampuan lain dan disposisi-disposisi dalam membuat dan mempertahankan sebuah keputusan.
Sedangkan menurut Fisher (dalam Rahmawati, 2011:8), indikator kemampuan berpikir kritis antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi unsur-unsur dalam kasus beralasan, terutama alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
2.      Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi.
3.      Memperjelas dan menginterpretasikan pernyataan-pernyataan dan ide-ide.
4.      Mengadili penerimaan, terutama kredibilitas, dan klaim-klaim.
5.      Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya.
6.      Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan-penjelasan.
7.      Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan.
8.      Menyimpulkan.
9.      Menghasilkan argumen-argumen.
Ciri-ciri Keterampilan Berpikir Kritis
Menurut Edward Glaser bahwa  keterampilan dalam pemikiran kritis mencakup beberapa kemampuan yang harus ada, ciri-cirinya yaitu:
1.      Mengenal masalah.
2.      Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu.
3.      Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.
4.      Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan.
5.      Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas.
6.      Menganalisa data.
7.      Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
8.      Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah.
9.      Menarik  kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan.
10.  Menguji kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang seseorang ambil.
11.  Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas.
12.  Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Inovasi untuk Model pembelajaran pendekatan CTL yang saya buat
Saya membuat inovasi ini berdasarkan dari kekurangan yang ada dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model Problem Based Learning oleh skripsi Muhammad Quzwen berjudul “Analisis Keterlaksanaan Model Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada materi Laju Reaksi di kelas XI MIA SMAN 10 Kota Jambi”.  Dalam skripsi ini menggunakan model PBL dengan sintak-sintak pada umumnya yaitu Mengorientasikan Siswa pada Masalah, Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar, Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok, Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan Mempamerkannya, dan Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah. Namun pada penerapan dalam skripsi ini masih banyak terlibatnya peran guru dalam belajar. Saya ingin membuat inovasi dimana proses pembelajaran yang aktif dan mandiri. Berikut inovasi model PBL yang saya buat:
No
Model Konvensional
(Model PBL)
No
Inovasi Model PBL
Kemampuan Berpikir Kritis
1.
Fase 1
Orientasi Masalah
1.
Fase 1
Orientasi masalah


1.Menginformasikan tujuan

1. menyampaikan tujuan pembelajaran


2.Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka

2.menggali pengetahuan awal siswa tentang materi laju reaksi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari


3.Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah

3. guru memberi suatu fenomena alam yang kaitannya dengan laju reaksi


4. mengarahkan siswa untuk bertanya mengapa fenomena itu bisa terjadi
Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification).
1. Mengidentifikasi unsur-unsur dalam kasus beralasan, terutama alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi.

2.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
2.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar


1.      Membantu siswa dalam menemukan konsep berdasarkan masalah

1. siswa membentuk kelompok secara heterogen


2.      Mendorong keterbukaan dan cara belajar siswa aktif

2. guru menampilkan video pembelajaran tentang laju reaksi




3. siswa mempersiapkan peralatan pembelajaran seperti LKPD


4. mendorong siswa untuk keterbukaan dan cara belajar siswa aktif

3.
Fase 3
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
3.
Fase 3
Inquiri (menemukan)


1.      Mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas

1. siswa merumuskan masalah terkait fenomena atau permasalahan yang ada didalam LKPD dengan bimbingan oleh guru
Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification).
1. Mengidentifikasi unsur-unsur dalam kasus beralasan, terutama alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi.


2.      Membantu siswa dalam memberikan solusi

2. guru mendorong siswa untuk mengajukan hipotesis atas permasalahan yang telah dibuat oleh mereka
1. Memperjelas dan menginterpretasikan pernyataan-pernyataan dan ide-ide.
2. Mengadili penerimaan, terutama kredibilitas, dan klaim-klaim.




3. guru membimbing siswa untuk belajar yaitu dengan melakukan percobaan atau pembuktian atas hipotesis yang telah dibuat pada materi laju reaksi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
1. Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan-penjelasan.


4. siswa mengumpulkan data-data yang diperoleh dan menganalisis atas temuan hasil kerja mereka apakah hipotesis yang mereka buat benar atau tidak yang dibimbing oleh guru
1. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu.
2. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.
3. mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 



5. guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan atas temuan hasil kerja mereka dan mengakitkan dengan teori-teori yang ada dan dicari dari berbagai sumber misalnya buku, literature, ataupun internet. Siswa diberi kebebasan untuk mencari informasi yang dapat mendukung hasil temuan siswa.
Menyimpulkan (Inference).
1. membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi,
membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi,

2. membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. 
mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber

4.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
4.

Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja


1.      Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja

1. guru memberi waktu untuk siswa berdikusi tentang hasil temuan mereka.
Memberikan Alasan untuk Suatu Keputusan (The Basis for The Decision).
1. mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan
mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 




2. guru mengarahkan siswa untuk menyajikan atau melaporkan hasil kerja nya dalam kelompok


3. guru membimbing siswa untuk bertanya jawab antar kelompok. Dan kelompok yang tampil wajib menjawab pertanyaan yang akan ada dri kelompok lain.
Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification).
1. bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan atau pertanyaan yang menantang. 

5.
Fase 5
Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
5.
Fase 5
Menganlisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah


1.      Mengevaluasi materi

1. guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil pemecahan masalah dalam kelas yaitu materi laju reaksi
Dugaan dan Keterpaduan (Supposition and Integration).
1. mempertimbangkan dan memikirkan secara logis premis, alasan, asumsi, posisi, dan usulan lain yang tidak disetujui oleh mereka atau yang membuat mereka merasa ragu-ragu tanpa membuat ketidaksepakatan atau keraguan itu mengganggu pikiran mereka,

2. menggabungkan kemampuan kemampuan lain dan disposisi-disposisi dalam membuat dan mempertahankan sebuah keputusan.


2. guru membimbing siswa untuk melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
Klarifikasi Lebih Lanjut (Advanced Clarification).
1. mengidentifikasikan istilah dan mempertimbangkan definisi
2. Menyimpulkan dan Menghasilkan argumen-argumen.


1. menurut pendapat kalian apakah inovasi yang telah saya buat sudah efektif dan sudah lebih baik dari sintaks PBL  sebelumnya ?
2. apakah inovasi sintaks PBL ini sudah cocok untuk memunculkan kemampuan berpikir kritis siswa?
2. apa saran dan pendapat kalian terhadap inovasi yang sudah saya buat?